Jikaingin memberikan panggilan yang berbeda ke pasangan, simak beberapa panggilan sayang yang kerap digunakan di Korea berikut ini. Untuk memanggil kekasih, kata Jagi ini biasanya ditambah imbuhan 'ya' agar lebih akrab. Diterjemahkansebagai: "dan" (penghubung); "dengan" atau "seperti" (imbuhan awal). Gwa 과 digunakan setelah bunyi konsonan, Wa 와 digunakan setelah bunyi vokal. Kata benda: penghubung Neowa na 너와 나: Kamu dan aku Sebagaipenanda topik dalam sebuah kalimat, gunakan partikel 은/는 di akhir kata yang menjadi topik. Kata yang berakhiran huruf vokal diberi partikel 는; Contoh: Saya = 저 (berakhiran huruf ㅓ) ditambah 는 = 저는. Aku = 나 (berakhiran huruf ㅏ) ditambah 는 = 나는. Sedangkan kata yang berakhiran huruf konsonan diberi partikel 은; Contoh: Imbuhan-도 untuk mengungkapkan "juga" atau "pun". Contoh ayat: 저 도 가겠어요. Saya pun hendak pergi. 개 도 물고기를 먹는다. Anjing juga makan ikan. Dengan -만 dan -도, gugurkan imbuhan topik/subjek/objek yang dibincangkan tadi. Tafsir ayat mengikut konteks. 물 만 마셔요. Minum air sahaja. (BUKAN Air sahaja yang minum.) 차 도 가져 간다. [Aku] bawa kereta juga. KonjungsiImbuhan Bahasa Korea ialah hago, mit, rang dan irang, wa dan gwa, jiman, neunde, eunde dan nde, berikut pembahasannya. Takhanya dalam bahasa Indonesia saja, bahasa Korea pun terdapat banyak sufiks. Dan dalam bahasa Korea, sufiks tak hanya berada di akhir kata dasar, namun juga di akhir sebuah nama. Pada pecinta drama Korea atau kultur Korea, pasti pernah mendengar imbuhan atau sufiks -ssi, -ie, atau -ah di akhir penyebutan sebuah nama. Nah, kali ini saya akan menerangkan mengenai penggunaan imbuhan-imbuhan tersebut. 1. Sufiks -ah Selainbisa memahami lirik atau dialog dalam drama, kemampuan ini bisa membuat teman-teman dapat merasa lebih dekat dengan idolanya. Nah, berikut ini Republika menghadirkan 10 kata sapaan yang sering dipakai dalam bahasa Korea. Oppa (오빠) Untuk penggemar musik dan drama Korea, kata panggilan 'oppa' tentu bukan hal asing lagi untuk didengar. Jikadigunakan sebagai topik, maka imbuhan yang digunakan adalah -는 (neun). Sehingga menjadi 저는 (jeo neun) dan 나는 (na neun). Contoh: 저는 지금 너무 슬퍼요. (jeoneun jigeum neomu seulpheoyo) Saya sangat sedih sekarang . Bahasa Korea "Aku" sebagai Penanda Milik Photo by Mart from Pexels Didalam tata bahasa korea sendiri ada dua jenis imbuhan "di" dan penggunaannya tergantung kalimat dan tujuannya. Di dalam tulisan korea terdapat dua jenis keterangan tempat atau waktu yaitu 에 'e' dan 에서 'eseo'. Partikel keterangan tempat yang pertama bertujuan untuk menunjukan posisi atau lokasi atau tempat keberadaan kata benda atau manusia. Kalokamu sering nonton variety show sampai drama Korea, kamu pasti nggak asing sama pemanggilan nama seseorang dalam Bahasa Korea, Loopers. Biasanya, nama seseorang bakal dikasih imbuhan sesuai status atau hubungan orang-orang tersebut, seperti:-ssi (ì"¨) seperti Mr. atau Mrs. / Tuan atau Nyonya. Ini adalah cara formal untuk memanggil RFsBo. Menyusun sebuah kalimat, minimal memiliki dua unsur. Misalnya susunan subjek dan predikat, bisa juga kemudian ditambah dengan unsur objek. Berbeda dengan susunan kalimat bahasa Indonesia yang berupa subjek, predikat, dan objek. Dalam bahasa Korea ada sedikit perbedaan posisi menjadi subjek, objek, dan bahasa Indonesia predikat terletak setelah subjek, sementara dalam bahasa Korea predikat terletak di akhir sebuah kalimat. Selain itu, masing-masing unsur tersebut memiliki partikel berbeda yang melekat di akhir ini ada 7 partikel dasar dalam tata bahasa Korea untuk menyusun kalimat sederhana. Yuk, check this out!1. Partikel penanda subjekDok. Pribadi/Indy MabarrohSebagai penanda subjek dalam sebuah kalimat, gunakan partikel 이/가 di akhir kata yang menjadi subjek. Kata yang berakhiran huruf vokal diberi partikel 가 ContohLisa = 리사 berakhiran huruf ㅏ ditambah 가 = 리사가 Sedangkan kata yang berakhiran huruf konsonan diberi partikel 이 ContohAdam = 아담 berakhiran huruf ㅁ ditambah 이 = 아담이2. Partikel penanda topikDok. Pribadi/Indy MabarrohSebagai penanda topik dalam sebuah kalimat, gunakan partikel 은/는 di akhir kata yang menjadi topik. Kata yang berakhiran huruf vokal diberi partikel 는 ContohSaya = 저 berakhiran huruf ㅓ ditambah 는 = 저는Aku = 나 berakhiran huruf ㅏ ditambah 는 = 나는 Sedangkan kata yang berakhiran huruf konsonan diberi partikel 은 ContohOrang itu/dia = 그 사람 berakhiran huruf ㅁ ditambah 은 = 그 사람은Meja = 책상 berakhiran huruf ㅇ ditambah 은 = 책상은 Baca Juga 13 Ucapan Salam dalam Bahasa Korea, Gak Cuma Annyeonghaseyo 3. Partikel penanda objekDok. Pribadi/Indy MabarrohSebagai penanda objek dalam sebuah kalimat, gunakan partikel 을/를 di akhir kata yang menjadi objek. Kata yang berakhiran huruf vokal diberi partikel 를 ContohApel = 사과 berakhiran huruf ㅏ ditambah 를 = 사과를Kapal = 배 berakhiran huruf ㅐ ditambah 를 = 배를 Sedangkan kata yang berakhiran huruf konsonan diberi partikel 을 ContohTas = 가방 berakhiran huruf ㅇ ditambah 을 = 가방을Roti = 빵 berakhiran huruf ㅇ ditambah 을 = 빵을4. Partikel penanda predikat kata benda formalDok. Pribadi/Indy MabarrohSebagai penanda predikat kata benda secara formal dalam sebuah kalimat, gunakan partikel 입니다 di akhir kata yang menjadi predikat kata benda. Berakhir dengan huruf vokal maupun konsonan, partikel yang digunakan tetap sama. ContohDokter = 의사 berakhiran huruf ㅏ ditambah 입니다 = 의사입니다Guru = 선생님 berakhiran huruf ㅁ ditambah 입니다 = 선생님입니다Murid = 학생 berakhiran huruf ㅇ ditambah 입니다 = 학생입니다5. Partikel penanda predikat kata benda informal Dok. Pribadi/Indy MabarrohSebagai penanda predikat kata benda secara informal dalam sebuah kalimat, gunakan partikel 이 에요/예요 di akhir kata yang menjadi predikat kata benda. Kata yang berakhiran huruf vokal diberi partikel 예요 ContohSusu = 우유 berakhiran huruf ㅠ ditambah 예요 = 우유예요Bus = 버스 berakhiran huruf ㅡ ditambah 예요 = 버스예요 Sedangkan kata yang berakhiran huruf vokal diberi partikel 이 에요 ContohPintu = 문 berakhiran huruf ㄴ ditambah 이 에요 = 문이 에요Buku = 책 berakhiran huruf ㄱ ditambah 이 에요 = 책이 에요6. Partikel penanda predikat kata kerja formalDok. Pribadi/Indy MabarrohSebagai penanda predikat kata kerja secara formal dalam sebuah kalimat, gunakan partikel ㅂ니다/습니다 di akhir kata yang menjadi predikat kata kerja. Kata yang berakhiran huruf vokal diberi partikel ㅂ니다 ContohPergi = 가다 = 가 berakhiran huruf ㅏ ditambah ㅂ니다 = 갑니다Datang = 오다 = 오 berakhiran huruf ㅗ ditambah ㅂ니다 = 옵니다 Sedangkan kata yang berakhiran huruf vokal diberi partikel 습니다 Contoh먹다 = 먹 berakhiran huruf ㄱ ditambah 습니다 = 먹습니다읽다 = 읽 berakhiran huruf ㄱ ditambah 습니다 = 읽습니다7. Partikel penanda predikat kata kerja informalDok. Pribadi/Indy MabarrohSebagai penanda predikat kata kerja secara informal dalam sebuah kalimat, gunakan partikel 아요/어요/해요 di akhir kata yang menjadi predikat kata kerja. Kata yang berakhiran vokal ㅏ/ㅗ diberi partikel 아요 ContohTidur = 자다 = 자 berakhiran huruf ㅏ ditambah 아요 = 자아요 >> 자요Melihat = 보다 = 보 berakhiran huruf ㅗ ditambah 아요 = 보아요 >> 봐요 Kata yang berakhiran vokal selain ㅏ/ㅗ diberi partikel 어요 ContohMinum = 마시다 = 마시 berakhiran huruf ㅣ ditambah 어요 = 마시어요 >> 마셔요Belajar = 배우다 = 배우 berakhiran huruf ㅜ ditambah 어요 = 배우어요 >> 배워요 Sedangkan kata yang berakhiran 하다 diganti dengan partikel 해요 Belajar = 공부하다 berakhiran 하다 = 공부 ditambah 해요 = 공부해요Menyukai = 좋아하다 berakhiran 하다 = 좋아 ditambah 해요 = 좋아해요[CATATAN]Kata dasar dari sebuah kata kerja selalu berakhiran 다/하다. Ketika menjadi suatu kalimat, 다/하다 dibuang dan diganti dengan partikel yang sesuai.[RINGKASAN RUMUS] Subjek 이/가 - Predikat kata benda 입니다 Subjek 이/가 - Predikat kata benda 이 에요/예요 Subjek sebagai topik 은/는 - Predikat kata benda 입니다 Subjek sebagai topik 은/는 - Predikat kata benda 이 에요/예요 Subjek 이/가 - Objek 을/를 - Predikat kata kerja ㅂ니다/습니다 Subjek 이/가 - Objek 을/를 - Predikat kata kerja 아요/어요/해요 Subjek sebagai topik 은/는 - Objek 을/를 - Predikat kata kerja ㅂ니다/습니다 Subjek sebagai topik 은/는 - Objek 을/를 - Predikat kata kerja 아요/어요/해요 Nah, setelah mempelajari berbagai partikel dasar dalam tata bahasa Korea, yuk mulai latihan menyusun kalimat sederhana dalam bahasa Korea! Kamu bisa men-download kamus bahasa Korea dari berbagai platform digital untuk mencari kosakata baru. Share juga artikel ini ke teman-teman belajarmu, ya. Baca Juga Hangeul 101 Pahami Dulu 7 Pelafalan Vokal yang Sering Keliru Ini IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis. Daftar isi1. -하고 [-Ha-go]2. -밎 [-Mit]3. -랑 [-Rang] dan -이랑 [-I-rang]4. -와 [-Wa] dan -과 [-Gwa]5. -지만 [-Jim-an]6. -는데 [-Neun-de]7. -은데 [-eun-de] -ㄴ데 [-nde]Pada pelajaran yang lalu, kita sudah membahas mengenai beberapa kata penghubung atau konjungsi. Namun dalam bahasa Korea, konjungsi tak hanya berbentuk satu kata utuh yang dapat berdiri sendiri, melainkan ada juga konjungsi berbentuk partikel imbuhan yang membutuhkan kata kerja, kata benda atau kata sifat untuk melekatkan bawah ini merupakan berbagai konjungsi berbentuk imbuhan dalam bahasa Korea beserta contoh -하고 [-Ha-go]-하고 merupakan partikel konjungsi yang memiliki arti “dan”. Tak seperti kebanyakan partikel konjungsi yang akan diterangkan nanti, penggunaan -하고 pada kata benda atau kata ganti orang tak akan dipengaruhi oleh huruf akhir kata yang itu, -하고 adalah konjungsi berbentuk imbuhan yang lebih umum digunakan dalam percakapan dibandingkan dengan 이모가 방문했습니다.[Samchon-hago imoga bangmunhaessseubnida.]Paman dan bibi saya datang 오면 아빠는 막걸리하고 파전을 ​​정말 좋아해요.[Biga omyeon appaneun maggeolli-hago pajeon-eul ​​jeongmal joh-ahaeyo.]Saat hujan turun, Ayah sangat menyukai makgeolie dan -밎 [-Mit]Serupa dengan -하고, -밎 berarti “dan”. Namun -밎 umumnya dipakai dalam tulisan yang bersifat 정부는 규정밎 법률을 발행합니다.[Oneulnalsi jeongbuneun gyujeong-mit beoblyul-eul balhaenghabnida.]Hari ini pemerintah kota mengesahkan peraturan dan 교감이 올 것으로 예상됩니다.[Gyojang-mit gyogam-i ol geos-eulo yesangdoebnida.]Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah diharapkan untuk -랑 [-Rang] dan -이랑 [-I-rang]-랑 dan -이랑 memiliki arti “dengan” atau “bersama”. Partikel konjungsi ini berfungsi untuk menghubungkan dua atau lebih kata ganti adalah partikel konjungsi yang melekat pada kata ganti orang yang berakhiran huruf 떡 먹으러가요.[Chingu-rang tteog meog-euleogayo.]Saya akan makan kue beras dengan 아버지는 할머니 댁에 갔다.[Eomeoni-rang abeojineun halmeoni daeg-e gassda.]Ibu bersama Ayah berangkat ke rumah -이랑 adalah partikel konjungsi yang dipakai sebagai imbuhan pada kata ganti orang yang berakhiran 더 이상 부모님이랑 함께 살지 않습니다.[Naneun deo isang bumonim-irang hamkke salji anhseubnida.]Saya tidak lagi tinggal bersama orang tua 삼촌이랑 함께 이사했습니다.[Imoneun samchon-irang hamkke isahaessseubnida.]Bibi saya sudah pindah bersama paman -와 [-Wa] dan -과 [-Gwa]-와 serta -과 adalah partikel konjungsi yang berarti “dan”. Partikel ini berfungsi untuk menyatukan dua atau lebih kata benda. -와 serta -과 juga merupakan bentuk partikel konjungsi yang paling umum digunakan, baik dalam bentuk penulisan maupun percakapan bahasa adalah partikel konjungsi yang menempel pada kata benda yang berakhiran huruf vokal atau huruf 우유와 시리얼을 섞어 먹습니다.[Achim-eneun uyuwa sirieor-eul seokk-eo meogseubnida.]Untuk sarapan, aku menyantap susu dan sereal yang di itu -과 adalah partikel konjungsi yang melekat pada kata benda yang berakhiran konsonanContoh비빔밥과 김밥은 모두 쌀로 만든다.[Bibimbabgwa gimbab-eun modu ssallo mandeunda.]Bimbimbap dan kimbap sama-sama berbahan dasar 새 신발과 가방을 사주셨어요.[Eommaga sae sinbalgwa gabang-eul sajusyeoss-eoyo.]Ibu membelikanku sepatu dan tas -지만 [-Jim-an]-지만 merupakan partikel konjungsi yang berarti “tetapi”. Partikel ini berfungsi menggabungkan dua fakta atau peristiwa yang bertentangan satu sama lain. Tata cara memakai partikel konjungsi ini cukup sederhana, yakni dengan menghilangkan akhiran dari kalimat pertama lalu menempelkan partikel -지만, dan terakhir ditutup dengan kalimat 똑똑하지만 인색하다.[Geuneun ttogttoghajiman insaeghada.]Dia pintar tetapi 아이콘을 좋아하지만 엑소는 여전히 1 위.[Naneun Aikon-eul joh-ahajiman Eksoneun yeojeonhi 1 wi.]Aku suka Ikon tetapi Exo tetap nomor -는데 [-Neun-de]Sama seperti -지만, -는데 berarti “tetapi”. Partikel ini berfungsi untuk menggabungkan dua kalimat yang bertentangan. Cara menggunakannya ialah dengan menambahkan partikel -는데 pada kata kerja yang akhiran -다 [-da]-nya telah 그에게 도움을 요청했는데 그는 거절했습니다.[Naneun geuege doum-eul yocheonghaess-neunde geuneun geojeolhaessseubnida.]Aku meminta bantuannya, tetapi dia -은데 [-eun-de] -ㄴ데 [-nde]-은데 dan -ㄴ데 memiliki arti, fungsi dan cara pengunaan yang sama dengan -는데. Yang berbeda hanyalah jenis kata yang diimbuhi. Bila -는데 digunakan pada kata kerja, maka -은데 digunakan pada kata sifat yang berakhiran huruf konsonan dan -ㄴ데 digunakan pada kata sifat berakhiran huruf 또 먹고 싶은데 배가 꽉 찼다.[Suho-neun tto meoggo sip-eunde baega kkwag chassda.]Suho ingin makan lagi tetapi perutnya sudah 슬픈데 계속 웃어야한다.[Chan-yeol-eun seulpeu-nde gyesog us-eoyahanda.]Chanyeol sedih, tapi dia harus tetap tersenyum. Bahasa Korea termasuk ke dalam bahasa aglutinatif, yaitu pemakaian afiksasi untuk berbagai tujuan ekspresif, di antaranya untuk menerapkan prinsip kesantunan berbahasa. Persoalannya, apakah para pemelajar bahasa Korea memiliki kemampuan untuk menerapkan prinsip kesantunan melalui proses morfologis bagi tujuan honorifik? Untuk menjawab pertanyaan ini dikumpulkanlah data yang diperoleh dari sekelompok pemelajar bahasa Korea di kota Bandung. Mereka berjumlah 20 orang, berlatar belakang budaya Sunda, berusia antara 18-31 tahun, sebagian berprofesi sebagai penerjemah bahasa Korea, dan dikelompokkan sebagai pemelajar tingkat lanjut. Hasil tes menunjukkan nilai rata-rata sebesar 70,5 dan belum mencapai skor ideal tingkat lanjut yang ditetapkan peneliti, yaitu 81-100. Menurut para ahli, standar pencapaian pemelajar tingkat lanjut terbagi dalam empat kategori, salah satunya ialah pemelajar dapat menggunakan dan menjelaskan interpretasi aspek-aspek tatabahasa, serta aspek konteks dari sintak suatu bahasa. Hasil penelitian ini belum menunjukkan adanya kemampuan pada kategori tersebut. Pemerolehan honorifik tanpa imbuhan Kondisi 1 dan cukup didasarkan pada konteks lebih sulit diperoleh pemelajar daripada honorifik dengan imbuhan Kondisi 4. Untuk mengatasi kesulitan tersebut dan untuk meningkatkan kemahiran, para pemelajar memanfaatkan media hiburan berbahasa Korea. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174 - 192 p-ISSN 1412-0712, e-ISSN 2527-8312, DOI http// Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea oleh Pemelajar Indonesia Ghina Mardhiyah, Syihabuddin, Eri Kurniawan, & Didin Samsudin Program Studi Linguistik, Universitas Pendidikan Indonesia ghinajina25 syihabuddin didinsamsudin How to cite in APA Style Mardhiyah, G., Syihabuddin, Kurniawan, E., Samsudin, D. Pemerolehan honorific Bahasa Korea oleh pemelajar Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 182, doi Article History Received 04 April 2018; Revised 23 August 2018; Accepted 01 October 2018. Journal homepage Abstrak Bahasa Korea termasuk ke dalam bahasa aglutinatif, yaitu pemakaian afiksasi untuk berbagai tujuan ekspresif, di antaranya untuk menerapkan prinsip kesantunan berbahasa. Persoalannya, apakah para pemelajar bahasa Korea memiliki kemampuan untuk menerapkan prinsip kesantunan melalui proses morfologis bagi tujuan honorifik? Untuk menjawab pertanyaan ini dikumpulkanlah data yang diperoleh dari sekelompok pemelajar bahasa Korea di kota Bandung. Mereka berjumlah 20 orang, berlatar belakang budaya Sunda, berusia antara 18-31 tahun, sebagian berprofesi sebagai penerjemah bahasa Korea, dan dikelompokkan sebagai pemelajar tingkat lanjut. Hasil tes menunjukkan nilai rata-rata sebesar 70,5 dan belum mencapai skor ideal tingkat lanjut yang ditetapkan peneliti, yaitu 81-100. Menurut para ahli, standar pencapaian pemelajar tingkat lanjut terbagi dalam empat kategori, salah satunya ialah pemelajar dapat menggunakan dan menjelaskan interpretasi aspek-aspek tatabahasa, serta aspek konteks dari sintak suatu bahasa. Hasil penelitian ini belum menunjukkan adanya kemampuan pada kategori tersebut. Pemerolehan honorifik tanpa imbuhan Kondisi 1 dan cukup didasarkan pada konteks lebih sulit diperoleh pemelajar daripada honorifik dengan imbuhan Kondisi 4. Untuk mengatasi kesulitan tersebut dan untuk meningkatkan kemahiran, para pemelajar memanfaatkan media hiburan berbahasa Korea. Kata kunci honorifik; bahasa Korea; pemerolehan bahasa kedua Honorific Acquisition in Korean Language by Indonesian Students Abstract Korean language is included in agglutinative language, which is the use of affixation for various expressive purposes, including to apply the politeness principle of language. The problem is, do Korean language learners have the ability to apply the principle of politeness through a morphological process for the purpose of honorifics? To answer this question data was collected from a group of Korean language learners in the city of Bandung. They are 20 people, with a Sundanese cultural background, aged between 18-31 years, some work as Korean translators, and are classified as advanced learners. The test results showed an average score of and had not yet reached the ideal level of the score set by the researcher, which was 81-100. According to experts, the standard of achievement of advanced learners is divided into four categories, one of which is that learners can use and explain interpretations of grammatical aspects, as well as aspects of context from the syntax of a language. The results of this study have not shown any ability in that category. Earnings of honorifics without additives Condition 1 and sufficiently based on context are more difficult for students to obtain than honorifics with additions Condition 4. To overcome these difficulties and to improve proficiency, students use Korean-language entertainment media. Keywords honorifics; Korean; second language acquisition Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … . Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. PENDAHULUAN Untuk memperlancar komunikasi, pada umumnya berbagai bahasa memiliki piranti kesantunan yang berfungsi untuk menghormati mitra tutur. Di antara bahasa tersebut ialah bahasa Korea yang memiliki piranti spesifik bentuk penghormatan yang disebut honorifik. Secara singkat politeness dan honorifik saling berhubungan satu sama lain. Honorifik adalah bagian dari politeness. Politeness adalah istilah untuk menunjukkan kesantunan dalam berbahasa sesuai dengan budaya dan situasi pemakaiannya. Menurut Leech 2014, politeness merupakan kesantunan berkomunikasi di antara individu dengan menghargai orang lain. Fenomena ini terjadi dalam kehidupan sosial yang melibatkan atribut sosial di dalamnya. Atribut sosial yang disebutkan Leech tersebut dalam penelitian ini ialah peran konteks sosial. Hakikat honorifik sendiri ialah ujaran kesantunan yang berkaitan dengan status sosial, tenggang rasa, saling menghormati, atau kesantunan dengan mempertimbangkan perbedaan status di antara pelaku komunikasi Ningsih, 2012, Honorifik biasanya berlandaskan pada dua dimensi, yaitu hubungan sosial dan pemakaian bahasa pragmatik, hubungan vertikal dan horizontal termasuk kekuasaan dan jarak, atau kekuasaan dan solidaritas. Sebagai contoh, pemakaian sapaan pak pada Pak Andi perlu mempertimbangkan hubungan vertikal antara penutur dengan orang yang bernama Andi, hubungan social di antara keduanya, hubungan horizontal, dan siapa yang memiliki kuasa power paling tinggi Leech, 2014,p. 11. Penelitian ini berhubungan dengan dua bidang linguistik yang berbeda yaitu pragmatik dan psikolinguistik. Dari bidang pragmatik terlihat dari struktural bahasa yang menempatkan bahasa Korea sebagai bahasa aglutinatif. Bahasa aglutinatif yaitu jenis bahasa yang memiliki banyak imbuhan atau penanda dalam gramatikalnya. Dalam bahasa aglutinatif tidak mengenal perubahan verba infleksi dan derivasi. Penanda atau imbuhan pada bahasa aglutinatif juga berimbas pada sistem kesantunannya dan bentuk honorifik yang dinilai cukup rumit. Selain itu peran konteks dalam bahasa aglutinatif saling berdampingan satu sama lain, karena saat seseorang akan bertutur dalam bahasa aglutinatif akan ada pengolahan struktur kalimat dalam kognitifnya mengenai imbuhan atau penanda yangsesuai dengan konteks situasi tertentu. Hal inilah yang menempatkan bahasa Korea sebagai bahasa dengan konteks tinggi Hall, 1976. Dari bidang psikolinguistik meneliti mengenai kemampuan pemelajar dalam menguasai kesantunan bahasa Korea yang diujikan dalam penelitian ini. Pernyataan tersebut sekaligus menjadi rumusan masalah yang pertama, yaitu sejauh mana pemelajar Indonesia dalam menguasai kesantunan bahasa Korea. Rumusan masalah yang kedua ialah mengenai faktor-faktor yang sekiranya berperan dalam pemerolehan kesantunan bahasa Korea, dan yang terakhir ialah upaya-upaya yang mampu memfasilitasi pemelajar dalam pemerolehan kesantunan bahasa Korea. Sistem honorifik yang digunakan dalam penelitian ini ialah sistem honorifik dari Ihm, Hong, & Chang 2001. Sistem honorifik menurut Ihm terbagi menjadi tiga kategori besar yaitu penghormatan terhadap subjek subject honorification, ragam tindak tutur speech levels, dan bentuk honorifik dari makna leksikal ekspresi honorifications by means of lexical expressions. Penghormatan kepada subjek ditandai dengan imbuhan –ݤ [-si] pada predikat. Ihm berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi penggunaan honorifik ini antara lain usia, jabatan dan status sosial. Seperti contoh beberapa verba yang diubah menjadi bentuk honorifik kepada subjek. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174 - 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Tabel 1. Verba dengan Sisipan –ݤ Kata Dasar Sisipan –ݡ Kata Dasar + Sisipan – a W [pergi] [bagus] [cantik] Sumber Ihm, Hong, Chang, 2001, Penggunaan imbuhan penghormatan terhadap subjek memiliki empat kondisi, yang nantinya akan menjadi syarat digunakan atau tidaknya imbuhan penghormatan – d [-si]. Mengapa disebut kondisi, karena penggunaan imbuhan terhadap subjek ini berkaitan dengan konteks yang menjadi latar belakang sebuah tuturan. Kondisi pertama dalam penggunaan imbuhan penghormatan – d[-si] adalah jika status pendengar lebih tinggi dari pada subjek kalimat, dan status subjek kalimat lebih tinggi dari pada penutur. Maka tidak harus menggunakan imbuhan subjek ini. Kasus ini lebih sering terdengar sebagai percakapan. Contoh kontek kondisi pertama ialah sebagai berikut, [konteks bahasa Indonesia] seorang anak memberitahu neneknya bahwa kakak perempuannya baru saja pulang kerja Æ [kalimat bahasa Korea] ", 1a",. Berikut ialah bagan singkat mengenai kondisi pertama ini Bagan 1. Bagan 1. Kondisi Pertama Penghormatan Terhadap Subjek Sumber Ihm, Hong, Chang, 2001,p. 200 Kondisi dua dalam penggunaan imbuhan penghormatan – d[-si] adalah dalam genre kalimat berita report atau konteks ilmiah yang cenderung membahas ilmu pengetahuan. Maka tidak diharuskan menggunakan imbuhan penghormatan subjek. Contoh situasi yang mewakili syarat kedua ini ialah, [konteks bahasa Indonesia] Pembicara ObjekPendengarKetentuan Kelompok Pertama Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … . Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Sebuah berita menayangkan bahwa Presiden Korea Selatan sedang mengunjungi Amerika Serikat dalam rangka kerja sama bidang ekonomi Æ [kalimat bahasa Korea] о੼Զࢇ ׵˲ࡶ ؏חଞЬ. Kondisi tiga dalam penggunaan imbuhan penghormatan –ݤ[-si] adalah jika mengacu pada satu bagian khusus dari target honorifik subjek kalimat, maka diharuskan menggunakan imbuhan subjek ini, sebagai bentuk dari indirect honorific effect. Salah satu contoh konteks dalam kondisi ini ialah Salah satu guru saya di sekolah hari ini tidak masuk karena terkena flu berat Æ [kalimat bahasa Korea] ۴ۢЧ͉۰Е ʃ̛ɼ Җ܏ݡТЬ. Kondisi empat sekaligus yang terahir dalam penggunaan imbuhan penghormatan –ݤ[-si] adalah jika status dari target honorifik subjek kalimat lebih tinggi dari pendengar dan jika status penutur lebih tinggi dari pada pendengar. Maka diharuskan menggunakan imbuhan honorifik penghormatan subjek ini. Contoh situasi untuk kondisi empat ini ialah [konteks bahasa Indonesia] Ibu saya bertanya kepada adik saya yang masih berumur 5 tahun, bertanya mengenai suaminya yang sudah berangkat untuk kerja atau belum Æ [kalimat bahasa Korea] ࠒܹߞ, ߅؟ए ୣی߾ ɼ܏Т? Deskripsi singkat mengenai kondisi terakhir ini dapat terlihat pada bagan 2. Bagan 2. Ketentuan Kondisi Keempat Penghormatan Terhadap Subjek Sumber Ihm, Hong, Chang, 2001, Setelah ditelaah lebih jauh lagi, penelitian ini hanya menggunakan dua kondisi saja yaitu kondisi 1 dan kondisi 4. Hal tersebut dilakukan karena kondisi tersebut dinilai akan menghasilkan konteks yang cukup serupa namun berbeda penggunaan. Jika kondisi 1 diharuskan menggunakan imbuhan penanda subjek, sedangkan kondisi 4 tidak diharuskan menggunakan imbuhan penanda subjek. Hal ini dilihat dari faktor keakraban penutur, pendengar dan objek yang dibicarakan. Dengan begitu, penelitian ini mengharapkan para pemelajar bahasa Korea dilatih untuk lebih sadar terhadap faktor keakraban tersebut. Kategori honorifik yang kedua menurut Ihm, dkk dalam bukunya ialah ragam tindak tutur speech levels yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu ragam formal, dan ragam informal. Ragam formal mencakup tiga ragam di dalamnya yaitu ragam formal tinggi, netral dan rendah. Berikut adalah tabel yang mencakup ragam formal dan ragam informal. Pembicara ObjekPendengarKetentuan Kelompok Keempat Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174 - 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Tabel 2. Ragam Tuturan Formal dan Informal LevelHigh -/ݡТЬ-ɚТЬ-/ݡТ̧ -ɚТ̧ -ݫݤࠝ-ݫݤЬ-Ի˱Վ -, -і, -Ɍۿ, -ࢇ, -, - і, -ɑۿ -Т̧, -, -ыɼ, -ɑ̧, -Ɍɼ, -Ɍɼ, -ыɼ - -, -, - ˱֠ Low -/ЕЬ, -Ԃ, -, -չԂ, -ց, -Ь, ТԂ, -Ԃ -, -Гι, -Т, -ࡳιТ, -ࢇι -,߅Ԃ, -, - ʠԂ-Ԯ֞Ο-Գ -, -˱Ο, -˱Ο -LevelHigh -߅,߭ࡁ-, -एࡁ, -/ࠆࡁࡁ, -іࡁ -߅,߭ࡁ, -, -ࢇएࡁ-߅,߭ࡁ-߅,߭ࡁ-, -, -, -˳ࡁ, -Ի˳ࡁ Low -߅,߭, -߅,߭, -एߞ, -ࢇए -߅,߭, -߅,߭, -, -ࢇ˳, Ի˳ -, -˳ Sumber Ihm, Hong, Chang, 2001, Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … . Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Kategori honorifik ketiga menurut Ihm, dkk adalah bentuk honorifik dari makna leksikal ekspresi honorifications by means of lexical expressions. Bentuk ini adalah bentuk lain dari beberapa kata verba atau kata benda dari bahasa Korea. Yang dimaksud dengan bentuk lain’ adalah adanya leksikal lain yang memiliki arti yang serupa dan diaplikasikan khusus pada kasus honorifik. Berikut adalah tabel mengenai beberapa kelas kata yang memiliki bentuk leksikal lain, namun memiliki arti yang serupa. Tabel 3. Honorification by Means of Lexical Expressions, ࠉۿ, ऑए, п , ࢵஜ , ْЬ, , ˃ݤЬ-/ɼ, -߾ʯ -, -͉ -Sumber Ihm, Hong, Chang, 2001, Dengan demikian, teori milik Ihm, Hong, Chang 2001 ini akan menjadi dasar pembuatan instrumen dan pengambilan data kepada informan. Namun, kategori yang akan digunakan hanya kategori penghormatan terhadap subjek subject honorification, yang dinilai menjadi kategori yang lebih sedikit variasinya. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif. Metode kualitatif berfokus pada sebuah proses atau bagaimana sesuatu terjadi Moleong, 2006, Selain itu, metode kualitatif erat kaitannya dengan huruf dan penjelasan atau deskripsi. Metode ini mendeskripsikan suatu data menggunakan kalimat atau narasi. Metode kualitatif juga penelitian yang bertujuan mencari pola atau struktur, karakteristik dan atau kualitas dari sebuah teks data sebagai dasar untuk menarik kesimpulan atau hasil penelitian Rasinger dalam Litosseliti 2010, Oleh karena itu penelitian ini juga disebut penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah pemelajar tingkat lanjut bahasa Korea selanjutnya akan disebut dengan informan yang terdaftar sebagai anggota komunitas HKLCB yang berjumlah 20 informan, berlatar belakang budaya Sunda, berusia diantara 18-31 tahun. Profesi para informan berkutat diantara penerjemah lisan dan tulisan bahasa Korea, pengajar bahasa Korea, mahasiswa sastra bahasa, dan pegawai swasta. Keberagaman profesi dan umur para informan menandakan tingginya pengaruh bahasa Korea pada seluruh Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174 - 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. kalangan. Rata-rata waktu lama belajar seluruh informan ialah 5,3 tahun, dengan intensitas belajar yang berbeda-beda. Pemilihan subjek penelitian termasuk dalam kriteria informan non-mobile yaitu kriteria informan yang lama menetap di suatu tempat dan tidak berpindah-pindah, sehingga di asumsikan tidak ada pengaruh luar yang cukup berpengaruh Djajasudarma, 2010, Instrumen tes yang digunakan meliputi tes membaca, berjumlah 20 soal. Tes yang diujikan terdiri dari konteks bahasa Indonesia dan pernyataan dalam bahasa Korea. Dari keduapuluh soal terdapat delapan konteks yang berbeda dan 16 pernyataan bahasa Korea. Empat soal lainnya berfungsi sebagai pengecoh lihat lampiran. Tata cara dalam mengerjakan tes ini, para informan akan menentukan kecocokan antara konteks bahasa Indonesia dengan pernyataan bahasa Korea. Pada tes soal, akan ada pilihan berterima’ B jika informan merasa pernyataan bahasa Korea dan konteks bahasa Indonesia cocok satu sama lain,dan tidak berterima’ TB jika informan merasa tidak cocok antara pernyataan dan konteks. Selain menggunakan instrumen tes, penelitian ini menggunakan instrumen nontes yang berupa wawancara. Instrumen nontes digunakan untuk mengetahui opini para subjek penelitian mengenai instrumen tes honorifik yang sudah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan data berupa wawancara sebagai teknik penunjang dari teknik sebelumnya. hasil dari wawancara akan menjadi data pendukung dalam pemerolehan honorifik bahasa Korea. Pertanyaan yang akan muncul dalam setiap wawancara kepada subjek penelitian antara lain, Tabel 4. Panduan Wawancara Pokok Pertanyaan terhadap Pemelajar Tingkat Lanjut 1. Mengenai imbuhan honorifik ࡳݤ, sudah mengerti sepenuhnya? 2. Kira-kira hal apa saja yang paling sulit dalam menguasai partikelࡳݤ ini? 3. Kira-kira punya cara tertentu tidak untuk menguasai partikel ࡳݤ ini? 4. Pernah dengar istilah task-essentialness, task-based teaching, pola eliminasi, pola imersi dalam bahasa Korea? Jika pernah, apakah ada pengaruhnya dalam pembelajaran honorifik? HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan rumusan masalah pertama mengenai sejauh mana pemerolehan honorifik bahasa Korea oleh informan menghasilkan skor tertinggi yang di dapat ialah 95 poin, diraih oleh satu informan. Sedangkan skor yang terendah ialah 45 point, diraih oleh satu informan juga. Hasil nilai keseluruhan menghasilkan rata-rata yaitu 70,5 poin dan standar deviasi sebesar 13,85 poin. Nilai masing-masing informan akan dijelaskan pada bagan berikut, Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Diagram 1. Data Nilai Para Informan Selain menggunakan tabel, nilai informan akan ditampilkan dalam bentuk persentase dan frekuensi. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan nilai yang paling sering muncul dan seberapa banyak nilai tersebut muncul. Tabel 5. Persentase dan Frekuensi Nilai Informan Pada tabel 5. terdapat dua nilai yang paling banyak diraih oleh informan yaitu nilai 60 dan nilai 74. Kedua nilai ini bukan nilai yang terendah maupun yang tertinggi, namun dapat menjadi gerbang nilai terendah dan tertinggi. Kedua nilai ini memiliki persentase sebesar 25% dan 20%. Selanjutnya ialah mengenai konteks dan soal yang memiliki persentase kesalahan tertinggi dan terendah diantara nilai para informan. Dimulai dari konteks yang memiliki presentasi paling tinggi tingkat kesalahannya yaitu konteks pada kondisi 1 dengan total persentase 115% gabungan dari dua nomor. Fakta ini sekaligus mampu menempatkan konteks menjadi konteks yang paling sulit dijawab atau yang paling membingungkan informan. Data selengkapnya terangkum dalam tabel berikut. 405060708090Inf 1Inf 2Inf 3Inf 4Inf 5Inf 6Inf 7Inf 8Inf 9 Inf10Inf11Inf12Inf13Inf14Inf15Inf16Inf17Inf18Inf19Inf20Data Nilai Informan HKLCB Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174 - 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Tabel 6. Konteks dengan Persentase Kesalahan Tertinggi No KonteksKonteks Kalimat StatusSalah2 Seorang anak memberitahu ibunya bahwa kakak laki-dari Amerika. , IB 16 45% 55%, ITB 12 40% 60%Total 85% 115%Pada tabel 6. memperlihatkan jumlah persentase kesalahan pada konteks kondisi 1. Salah satu wawancara informan mengenai konteks ini, menyebutkan bahwa yang menjadi sulit dalam konteks ini adalah pernyataan konteks itu sendiri. Para informan merasa terkecoh dengan kedua pernyataan bahasa Korea yang ada dalam konteks ini. Adapula yang menganggap kedua pernyataan bahasa Korea dalam konteks ini dapat digunakan keduanya. Oleh karena itu, selisih kesalahan antara kedua pernyataan cukup tipis yaitu sebesar 5% 60%-55%. Sedangkan soal dengan persentase kesalahan tertinggi menurut informan ialah soal no. 12. Soal ini menghasilkan persentase kesalahan terbesar 60%, berada dalam konteks kondisi 1. Setelah membicarakan mengenai konteks dan soal persentase tertinggi, beralih pada konteks dan soal persentase terendah. Konteks yang memiliki presentasi paling rendah tingkat kesalahannya yaitu konteks kondisi 1 sebesar 10%. Fakta ini sekaligus mampu menempatkan konteks menjadi konteks yang paling mudah dijawab atau yang paling meringankan informan. Data selengkapnya terangkum dalam tabel berikut. Tabel 7. Konteks dengan Persentase Kesalahan Terendah No Konteks Kalimat No. 4 Seorang siswa memberitahu kepada salah satu gurunya , ¿ B 11 95%5% Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … . Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. kelas pada masa SMA, sekarang sudah menjadi seorang , ࢿ TB18 95%5%Total 185%10%Pada tabel 7. memperlihatkan jumlah persentase kesalahan pada konteks kondisi 1. Seluruh informan yang menjawab keliru hanya sebanyak 10% saja. Persentase tersebut tersebar pada dua no yaitu no. 11 dan no. 18, yang masing-masing memiliki 5% kesalahan. Temuan ini sekaligus menjadikan no. 11 dan no. 18 menjadi soal dengan persentase kesalahan terendah. Faktor-Faktor dalam Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea Pada rumusan masalah yang kedua mengenai faktor-faktor, menggunakan wawancara sebagai instrumen pemerolehan data. Para informan diwawancara setelah mengerjakan instrumen tes soal pada waktu yang sama namun tempat yang berbeda. Faktor-faktor penentu yang dideskripsikan pada penelitian ini mengutip dari buku milik Chaer 2015. Dalam bukunya, Chaer menjelaskan ada lima faktor penentu dalam pemerolehan bahasa kedua yaitu faktor motivasi, faktor usia, faktor penyajian formal, faktor bahasa pertama, dan faktor lingkungan. Namun dalam penelitian ini hanya ditemukan beberapa faktor yang mendukung Chaer. Faktor pertama yang ditemukan dalam penelitian ini ialah faktor bahasa pertama. Berdasarkan wawancara, beberapa informan mengaku kesulitan dalam menguasai honorifik Korea disebabkan pada bahasa Indonesia tidak memiliki sistem kesantunan seperti bahasa Korea. Begitupun dengan bahasa Sunda, walaupun bahasa Sunda memiliki unsur kesantunan yang hampir serupa, namun dalam bahasa Sunda tidak ada partikel penanda khusus kesantunan yang dilekatkan pada verba kalimat. Hal ini yang menyebabkan terhambatnya pemerolehan pemelajar terhadap honorifik Korea. Sebab yang lainnya ialah adanya honorific forms atau undak usuk bahasa Korea yang tidak memiliki pola dan harus dihafal masing-masing informan. Seperti dalam bahasa Indonesia kalimat “sudikah anda”, dan bahasa Sunda seperti, “tuang, neda”, dan lain sebagainya, ungkapan-ungkapan tersebut digunakan hanya pada situasi tertentu saja. Hasil wawancara pada pemelajar memunculkan fakta bahwa honorific forms berpengaruh dalam penguasaan honorifik. Seperti halnya salah satu informan menyebutkan bahwa, hal yang paling sulit dari menguasai imbuhan –ݤini adalah banyaknya kata leksikal yang bermakna serupa. Dengan demikian berbagai macam honorific forms akan menjadi urusan tersendiri dalam menguasai bidang honorifik bahasa Korea. Faktor berikutnya ialah faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan bahasa adalah segala sesuatu yang didengar dan dilihat oleh pemelajar sehubungan bahasa kedua yang sedang dipelajari, seperti situasi di restoran atau toko, saat melakukan percakapan dengan teman, ketika menonton televisi, dan sebagainya Tjohjono, dalam Chaer, 2015, Kualitas lingkungan bahasa ini merupakan sesuatu yang sangat penting bagi informan untuk memperoleh keberhasilan dalam mempelajari bahasa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174- 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. kedua. Faktor lingkungan kali ini berkaitan erat dengan intensitas informan dalam menggunakan bahasa Korea. Penjelasan mengenai faktor intensitas ini dilandasi oleh hasil wawancara terhadap tiga informan peraih nilai tertinggi dan nilai terendah. Faktor intensitas ini nantinya akan berhubungan dengan salah satu upaya pedagogik. Hal yang mencolok dari tiga informan tertinggi dan terendah ialah profesi pekerjaan mereka. Tiga informan tertinggi berkutat dengan bahasa Korea dalam profesinya, seperti contoh penerjemah lisan dan tulisan, pendidik bahasa Korea, dan lainnya, serta ketiga informan ini sudah terbiasa dengan kondisi bahasa Korea yang kompleks. Sedangkan tiga informan terendah, menyentuh bahasa Korea hanya pada saat pembelajaran kelas saja. Dengan begitu, perbedaan yang cukup jelas terlihat diantara keduanya. Satu kelompok dengan intensitas penggunaan bahasa Korea yang tinggi, dan satu kelompok lainnya dengan intensitas penggunaan yang rendah. Dengan begitu, faktor-faktor penentu pemerolehan bahasa kedua pada penelitian ini hanya ditemukan dua faktor saja berdasarkan kategori faktor Chaer yaitu faktor bahasa pertama, dan faktor lingkungan. Faktor lainnya tidak ditemukan karena tidak di uji dalam penelitian ini. Upaya-upaya berbasis Pedagogik Upaya-upaya berbasis pedaogik yang ada pada pembahasan kali ini berdasarkan kutipan dari jurnal milik Mueller dan Jiang 2013. Upaya-upaya tersebut adalah task-essentialness, task-based teaching, pola eliminasi, pola imersi, dan penggunaan media. Subbab ini akan menjelaskan kelima upaya tersebut satu persatu. Seluruh informan sudah mencoba upaya-upaya ini, dan data wawancara menunjukkan upaya seperti apa yang paling berpengaruh dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Upaya pertama dalam jurnal Mueller dan Jiang 2013 ialah task-essentialness. Task-essentialness itu sendiri terdiri dari tugas-tugas berbasis pedagogik yang mampu menjamin kesuksesan akan pemahaman dan praktek lisan pemelajar terhadap ketelitian suatu struktur bahasa. Keberhasilan task-essentialness dalam praktek lisan terlihat dari adanya balasan yang didapat saat berdialog. Salah satu contoh tugas yang berbasis pedagogik ini tentunya bermacam-macam, seperti contoh tugas teori ataupun tugas praktek. Tugas teori dapat berupa tugas menjawab pertanyaan secara tertulis, tugas persentase mengenai satu bidang, ataupun tugas tulisan. Sedangkan tugas prakter, erat kaitannya dengan tugas lisan, tugas wawancara, percakapan, dialog, dan lain sebagainya. Upaya selanjutnya ialah task-based teaching. Upaya ini dipelopori oleh Van Patten’s 2002, proses pemerolehan melalui task-based teaching memiliki unsur pedagogik didalamnya, dalam beberapa pandangan, terlihat mirip dengan teknik sebelumnya yaitu task-essentialness. Kedua upaya ini berasaskan tugas sebagai media evaluasi setelah materi. Perbedaanya ialah task-based teaching lebih umunya disebut tugas rumah atau pekerjaan rumah PR. Jika task-essentialness ialah tugas yang berkonteks lebih umum seluruh jenis tugas, sedangkan task-based teaching lebih khusus hanya tugas yang dikerjakan di luar pembelajaran kelas. Dalam proses pemerolehan, pemerolehan ialah suatu struktur mengenai pola bahasa tujuan yang harus diikuti para pemelajar demi menyelesaikan tugas pembelajaran. Honorifik bahasa Korea dapat menjadi contoh yang ideal dalam pembelajaran berbasis task-based teaching. Upaya ketiga ialah mengenai pola/sistem eliminasi dalam struktur bahasa Korea. Dalam bahasa Korea terdapat sistem eliminasi subjek ataupun objek. Dalam beberapa konteks, jika suatu kalimat dilibatkan subjeknya, maka imbuhan honorifik akan diacuhkan oleh para pemelajar. Mereka akan lebih fokus terhadap subjek dan makna umum seluruh Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. kalimat. Seperti contoh, ࢇ۴ۢЧ, چչ 2৓߾ ࠝۿࡁ guru Lee, tolong cepat datang ke lantai 2’. Subjek kalimat tersebut adalah guru Lee yang dicetak miring, maka mayoritas pemelajar tidak memperdulikan imbuhan honorifik, mereka hanya akan berfokus pada subjek apakah harus hormat atau tidak. Pada kasus lain, jika sebuah kalimat tidak memunculkan subjeknya, maka para pemelajar akan mencari petunjuk lain dalam kalimat tersebut gambar individu dewasa atau anak kecil yang sedang membaca buku. Petunjuk penting tersebut digunakannya agar memahami makna. Contoh kalimatnya ialah, چչ 2৓߾ ࠝۿࡁ tolong cepat datang ke lantai 2’. Kalimat tersebut tidak memunculkan subjek didalamnya, para pemelajar akan mencari petunjuk lain sebagai pengganti subjek, dalam hal ini adalah kataࠝۿࡁ [o-se-yo] tolong datang’ yang merupakan petunjuk kesantunan. Dengan cara latihan seperti ini mampu meningkatkan kemampuan pemerolehan bahasa kedua layaknya penutur asli, bukan seperti mekanisme bahasa pertama mereka. Upaya keempat ialah mengenai imersi. Dalam pemelajaran bahasa kedua ada istilah imersi yang berdefinisi pembelajaran satu atau lebih bidang studi dengan menggunakan bahasa target sebagai media pembelajaran. Dan menurut Mueller dan Jiang 2013 pembelajar yang tidak melalui pembelajaran berbasis imersi, dinilai akan gagal membedakan berbagai status dan intiminasi bahasa Korea dalam berbagai konteks serta bermacam mitra tutur seperti, dewasa berbicara kepada anak-anak dan pegawai berbicara dengan atasannya, dan tentunya hal ini berkaitan erat dengan bidang honorifik. Selain itu, terdapat situasi yang sering menimbulkan kesalahan pemelajar, ialah situasi kelas. Dimana situasi yang selalu menggunakan imbuhan honorifik dalam posisi yang serupa imbuhan selalu digunakan jika guru berposisi sebagai subjek. Upaya terakhir yang dipaparkan dalam jurnal milik Mueller dan Jiang 2013 ini ialah media hiburan Korea. Seperti yang telah diketahui bahwa media hiburan Korea film, musik, budaya, dan lain sebagainya telah merebak luas pada hampir seluruh lapisan sosial masyarakat Indonesia. Media hiburan Korea ini dinilai mampu menajdi media pembelajaran dalam membantu pemelajar menguasai honorifik bahasa Korea, dengan mengamati percakapan dalam film atau drama Korea. Dikarenakan saat ini film dan drama Korea sangat meluas di Indonesia, para pemelajar dapat menjadikan film dan drama ini sebagai media pembelajaran. Media dalam hal untuk memahami beragam status sosial, usia, power dan keakraban yang ada dalam kehidupan Korea. Untuk tingkat pembelajaran lebih lanjut, film dan drama ini dinilai mampu menggambarkan suatu pola tatabahasa, honorifik, dll dalam pergantian gaya situasi. Yang pada akhirnya mampu menggunakan honorifik Korea dalam berbagai situasi yang berbeda. Kesimpulan sederhana dari subbab ini ialah media hiburan Korea ternyata sangat digandrungi oleh seluruh pemelajar tingkat lanjut, untuk task-essentialness dan task-based teaching, menjadi upaya paling dasar dalam pembelajaran berbasis kelas, serta sistem eliminasi dan imersi menjadi upaya terdengar asing ditelinga para pemelajar. Kelima upaya ini mampu menjadi rekomendasi bagi pendidik Korea dalam membantu pemelajar menguasai honorifik, khususnya mengenai imbuhan honorifik –ݤ. Pembahasan pada penelitian ini diawali dari temuan umum pada kelompok pemelajar, sekaligus menjadi temuan pokok dalam penelitian ini. Hasil rata-rata nilai instrumen tes para pemelajar tingkat lanjut ini sebesar 70,5 poin. Menurut Hatch dan Farhady 1982 dalam buku Research Design and Statistics for Applied Linguistics mengatakan bahwa, dalam skala skor 100, skor 0-50 tergolong rendah, skor 51-80 Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174- 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. tergolong cukup dan skor 81-100 tergolong tinggi. Maka dari itu, skor rata-rata para pemelajar pada penelitian ini tepat berada di garis awal tahap lanjut. Temuan ini langsung mendukung pendapat Song 2005 dalam buku The Korean Language, Struktur, Use and Context. Song berpendapat bahwa sistem kesantunan bahasa Korea menjadi salah satu bidang yang sulit dipelajari dan bahkan menjadi area yang paling sering menghasilkan kesalahan pemelajar bahasa kedua learner’s errors. Serta menurut Sorace Belleti dan Leonini, 2004; Sorace, 2005; Tsimpli dan Sorace, 2006; Valenzuela, 2006 bahwa bidang sintak pragmatik menjadi bidang yang sering menimbulkan kesulitan besar dan sering membuat proses pemerolehan tertunda lama, terutama pada pemelajar dewasa. Dua pendapat ini menjadi dasar pada hasil penelitian karena nilai rata-rata para informan memperlihatkan hal yang serupa, yaitu poin yang kurang tinggi, 70,5 poin. Dengan skor 70,5, para informan dinilai belum mampu menjawab pertanyaan mengenai kesulitan pemelajar bahasa kedua tingkat lanjut akan morfem tatabahasa Guillelmon & Grosjean, 2001; Jiang, 2004, 2007; Lardiere, 1998; Long, 2003. Pertanyaan yang dipertimbangkan ialah apakah para pemelajar sudah meraih tingkat yang mendekati penutur’ dalam pengembahan morfem tatabahasa imbuhan honorifik. Terdapat tiga asumsi yang memungkinkan mereka sudah meraihnya. Pertama, seluruh pemelajar sudah meraih nilai cukup tinggi dalam ujian terakhir sebelum menuju kelas tingkat lanjut ini. Kedua, bahasa Jepang, bahasa Korea dan bahasa-bahasa yang ada di pulau Jawa, dalam hal ini latar belakang bahasa penutur ialah bahasa di pulau Jawa bahasa Sunda, seluruhnya memiliki sistem honorifik yang sederhana dan secara langsung. Singkatnya para pemelajar sudah dibekali pengetahuan sistem honorifik bahasa Sunda, yang relatif serupa dengan bahasa Korea. Yang terakhir, seperti menurut Lardiere 1998 dan Long 2003 mengungkapkan bahwa pembelajar bahasa kedua tingkat lanjut mayoritas menunjukkan tingkat signifikansi yang berbeda antara kemampuan teori dan kemampuan praktek. Kenyataannya, penelitian ini hanya mengambil ranah kemampuan teori saja, dengan hasil rata-rata skor 70,5 poin, yang menempatkan para pemelajar belum sampai pada tingkat siap’ dalam memahami imbuhan honorifik –ݤ. Pendapat lainnya ditemukan pada jurnal The Acquisition of Teh and Mah by The L2 Learners of Sundanese milik Kurniawan 2013 yaitu, informan dinilai akan semakin mudah memahami pragmatik pada bahasa kedua jika bahasa ibu dan bahasa kedua memiliki kesamaan struktur pragmatik yang cukup banyak, dalam hal ini struktur kesantunan. Pendapat ini sejalan dengan latar belakang bahasa para informan yang tidak lain ialah bahasa Sunda. Namun jika disandingkan dengan bahasa ibu para pemelajar yaitu bahasa Indonesia, pendapat ini tidak sejalan. Hal ini dikarenakan dalam bahasa Indonesia tidak memiliki sistem honorifik yang kompleks seperti bahasa Sunda dan bahasa Korea. Temuan selanjutnya beralih pada salah satu temuan yang cukup menarik yaitu berpengaruhnya konteks dalam pemerolehan honorifik ini. Para informan sering terkecoh dalam kondisi dimana status sosial penutur lebih rendah dibanding mitra tutur, secara otomatis jenis kalimat yang dipakai ialah jenis kalimat formal. Selanjutnya para informan dirasa harus menyisipkan imbuhan honorifik pada kalimat yang terlihat formal tersebut. Namun pada nyatanya kondisi yang dijelaskan tersebut tidak mengaharuskan adanya imbuhan honorifik. Seperti halnya dalam jurnal Learning Context and Its Effects on Second Language Acquisition milik Collentine dan Freed 2004 yang mengatakan bahwa kunci dalam mempelajari bahasa dalam konteks ialah bukan diawali melalui bahasa namun melalui konteks, yang pada akhirnya akan Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. berkaitan satu sama lain secara terstruktur. Dalam pemerolehan dan penguasaan bahasa kedua sangat penting untuk mempertimbangkan interaksi dalam aktifitas sosial serta elemen-elemen psikolinguistik. Jika bahasa tujuan tergolong dalam bahasa konteks sensitif, maka fase memahami konteks termasuk dalam pembahasan bahasa tingkat lanjut. Lemahnya sensitifitas terhadap konteks, dipicu oleh kurangnya latihan, atau minimnya pengetahuan para pemelajar terhadap bidang honorifik ini. Interpertasinya ialah pada saat penjelasan mengenai honorifik ini, tidak seluruh pemelajar mengerti dengan sempurna, penjelasan honorifik tidak diulas secara lebih mendalam hanya permukaannya saja, dan atau para pemelajar memang sebelumnya belum pernah mendapatkan penjelasan honorifik. Sedangkan menurut Byon 2006, pembelajar bahasa Korea diharuskan memiliki empat kemampuan dasar ini. 1 bagaimana elemen-elemen linguistik honorifik seperti personal deiksis, honorifik leksikal, honorifik mitra tutur dan honorifik objek tersusun secara seimbang dan berterima keberterimaan honorifik. 2 bagaimana unsur pragmatik ikut serta dalam penggunaan honorifik kompetensi strategi. 3 memiliki pengetahuan mengenai sosio-kultural Korea kompetensi fungsional dan sosiolinguistik. Dan 4 bagaimana faktor sosio-kultural-politis mempengaruhi penggunaan bahasa penggunaan honorifik. Kesimpulannya, mengapa para pemelajar tingkat lanjut belum mencapai tahap siap’ dalam bidang honorifik, salah satu faktornya bisa berasal dari pendidik mereka yang kurang kompeten dan kurang pengetahuan mengenai honorifik bahasa Korea. Adapula keterhubungan antara faktor dan upaya yang sudah dijelaskan sebelumnya pada subbab Hasil, yaitu faktor intensitas dan upaya imersi. Pembahasan mengenai profesi dan intensitas dapat dihubungkan dengan buku milik Harley 2005 yang berjudul The Psychology of Language, From Data to Theory Psychology Press. Pada buku tersebut disebutkan bahwa salah satu cara agar membuat pemerolehan bahasa kedua lebih mudah ialah dengan metode imersi, dengan tujuan memperluas pengetahuan mengenai bahasa kedua. Pada titik inilah faktor dan upaya saling berkaitan satu sama lain. Metode imersi adalah salah satu upaya berlandaskan pedagogik yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu metode dimana para pemelajar mempelajari beberapa bidang dengan bahasa tujuan sebagai media pengantarnya. Dengan digunakannya bahasa Korea dalam profesi pemelajar salah satu bentuk dari metode imersi, tidak hanya berpaku pada suasana pembelajaran kelas namun menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari yaitu profesi. SIMPULAN Penelitian ini berusaha mengungkap kebenaran dari pendapat para ahli seperti Song 2005 dan Sorace 2005 yang menyebutkan bahwa bidang kesantunan khususnya pada bahasa Korea ialah bidang yang paling sulit dikuasai para pemelajar asing. Hasil dari penelitian ini mendukung para pendapat ahli tersebut. Menurut Hatch dan Farhady 1982, dengan diraihnya skor rata-rata 70,5 poin, menempatkan para informan pada kategori “cukup” kategori yang tidak sesuai dengan kelas tingkat lanjut dalam menguasai atau bahkan menggunakan honorifik bahasa Korea. Hasil ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor intensitas dan faktor masuknya media Korea ke Indonesia. Saran yang dapat diambil dari penelitian ini ialah ruang lingkup penelitian ini masih tergolong sempit dan dapat diperluas lagi oleh penelitian selanjutnya. DAFTAR RUJUKAN Belleti, A., & Leonini, C. 2004. Subjecti Inversion in L2 Italian. EUROSLA Yearbook, 4. 95-118. Byon, 2006. Teaching Korean Honorifics. Manoa University of Hawaii. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174- 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Chaer, A. 2015. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta Rineka Cipta Collentine, J., & Freed, B. F. 2004. Learning Context and Its Effect on Second Language Acquisition. SSLA, 26, 153-171. Cambridge University Press. Djajasudarma, F. T. 2010. Metode Linguistik. Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Refika Aditama. Ellis, R. 1997. Second Language Acquisition. 2nd Edition. New York. Oxford University Press. Hall, 1976. Beyond Culture. New York Anchor Press. Harley, T. 2005. The Psychology of Language. edisi ke-2. Hove and New York Psychology Press. Ihm, H. B, Hong, K. P, & Chang, 2001. Korean Grammar for International Learners. Seoul Yonsei University Press. Jiang, N. 2004. Morphological Insensitivity in Second Language Processing. Applied Psycholinguistics, 25, 603-634. Kurniawan, E. 2013. The Acquisition of Teh and Mah by The L2 Learners of Sundanese. Litera Vol. 2, no. 2, pp. 381-390. Lardiere, D. 1998. Case and Tense in the “fosilized” Study State. Second Language Research, 14, 1-26. Leech, G. 2014. The Pragmatics of Politeness. New York Oxford University Press. Long, M. 2003. Stabilization and Fossilization in Interlanguage Development. Dalam Doughty, C., & Long, The Handbook of Second Language Acquisition. Oxford, UK Blackwell. Moeljadi, D., et al. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Moleong, L. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung Remaja Rosdakarya. Mueller, J., & Jiang, N. 2013. The Acquisition of the Korean Honorific Affix u si by Advanced L2 Learners. The Modern Language Journal, 97, 2, pp. 318-339. DOI Rasinger, S. M. 2010. Quantitative Methods Concept, Framework and Issues. Dalam Litosseliti, L. 2010. Research Methodes in Linguistics. New York Continuum International Publishing Group. Shafa. 2015. Teori Pemerolehan Bahasa dan Implikasinya dalam Pembelajaran. STAIN Samarinda. Song, 2006. The Korean Language. Structure, Use and Context. 2nd Edition. London dan New York Routledge. Sorace, A.2005. Selective Optionality in Language Development. Dalam Cornips, L., & Corrigan, 2005. Syntax and Variation Reconciling and Biological and the Social, 55-80. Amsterdam John Benjamins. Tsimpli, I. M., & Sorace, A. 2006. Differentiating Interfaces L2 Peformance in Syntax Semantics and Syntax Discourse Phenomena. Dalam Bamman, D, Magnitskaia, T., & Zaller, C. Eds. Proceedings of the 30th annual Boston University Conference on Language Development, BUCLD 30, 653-664. Somerville Cascadilla Press. Valenzuela, E. 2006. L2 end state Grammars and Incomplete Acquisition of Spanish CLLD Constructions. Dalam Slabakova, R, Montrul, S., & Prevost, P. eds. Inquiries in Linguistic Development In Honor of Lidya White, 283-304. Amsterdam John Benjamins. Van Patten, B. 2002. Processing Instruction An Update. Language Learning. 52, 755-803. Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. LAMPIRAN Lampiran 1. Instrumen Non-Tes Penelitian Nama Usia Pertama kali belajar bahasa Korea sejak Tata cara pengerjaan instrumen 1. Baca terlebih dahulu dan pahami konteks situasi dalam bahasa Indonesia yang tertera. 2. Setelah itu, baca dengan teliti kalimat bahasa Korea yang berada di bawah penjelasan konteks dan situasi. 3. Pilihlah B jika menganggap kalimat berbahasa Korea sesuai atau cocok dengan konteks situasi, dan pilihlah S jika menganggap kalimat berbahasa Korea tidak sesuai atau tidak cocok dengan konteks situasi. Tandailah B atau S dengan tanda silang. Kerjakan soal berikut! 1. Seorang siswa memberitahu kepada salah satu gurunya bahwa kakak kelas pada masa SMA, sekarang sudah menjadi seorang dosen. B / S ۴ۢЧ, ࢿ ۴ؑЕ ˬܹ߾ࡁ 2. Seorang anak berusia 5 tahun, memberitahu ibunya bahwa kakak laki-lakinya baru saja datang dari Amerika B / S ߭֞Т, ୉ࢇ ࠝ܏߭ࡁ. 3. Seorang anak memberitahu neneknya bahwa kakak perempuannya baru saja pulang kerja. B / S ଟ֞Т, ϼΟɼ ए̖ ࠱ݡТЬ. 4. Seorang ibu rumah tangga baru saja selesai menyiapkan makan malam, dan memberitahu anak bungsungnya untuk mengajak ayahnya makan malam bersama. B / S ߩߞ, ߅؟ए ऑए ܹ࢝ݤԂˈଥ 5. Seorang guru yang baru bekerja 1 bulan menyuruh salah satu muridnya untuk memberitahu guru senior Lee agar datang rapat di lantai 2. B / S ଝۢ, ࢇ ۴ۢЧ چչ 2৓߾ ࠝݤԂˈ ଥ 6. Bibi saya baru saja menyuruh saya untuk memberitahu paman agar minum obat tepat waktu. B / S ۔ড͉ ݤɾ ֍় ߟࡶ ֟߭Ԃˈ ଥԂ 7. Seorang anak perempuan yang sudah bersuami, memberi kabar kepada ayahnya kalau suaminya baru saja berangkat kerja. B / S ߅؟ए, ࢿ Χ૜ࢇ ؏̖ ষ̒ବ߭ࡁ. 8. Seorang anak perempuan yang sudah bersuami, memberi kabar kepada ayahnya kalau suaminya baru saja berangkat kerja. B / S ߅؟ए, ΰ Χ૜ࢇ ؏̖ ɼ܈ࡁ. 9. Seorang ibu rumah tangga baru saja selesai menyiapkan makan malam, dan memberitahu anak bungsungnya untuk mengajak ayahnya makan malam bersama. B / S ߩߞ, ߅؟ए ऑए ֟߭Гι Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174- 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. 10. Ibu saya bertanya kepada adik saya yang masih berumur 5 tahun, bertanya mengenai suaminya yang sudah berangkat untuk kerja atau belum. B / S ࠒܹߞ, ߅؟ए ୣی߾ ɼ܏Т? 11. Seorang siswa memberitahu kepada salah satu gurunya bahwa kakak kelas pada masa SMA, sekarang sudah menjadi seorang dosen. B / S ۴ۢЧ, ࢿ ۴ؑɼ ˬܹɼѷ߭ࡁ 12. Seorang anak berusia 5 tahun, memberitahu ibunya bahwa kakak laki-lakinya baru saja datang dari Amerika B / S ߭֞Т, ୉ࢇ Ѫ߅ࠝ܈ࡁ. 13. Bibi saya baru saja menyuruh saya untuk memberitahu paman agar minum obat tepat waktu. B / S ۔ড͉ݤɾ ֍় ߟࡶ ҖݤԂˈ ଥԂ 14. Seorang guru yang baru bekerja 1 bulan menyuruh salah satu muridnya untuk memberitahu guru senior Lee agar datang rapat di lantai 2. B / S ଝۢ, ࢇ ۴ۢЧ چչ 2৓߾ ࠝएࡁ 15. Ibu saya bertanya kepada adik saya yang masih berumur 5 tahun, bertanya mengenai suaminya yang sudah berangkat untuk kerja atau belum. B / S ࠒܹߞ, οࢂ ߅؟ए ୣی߾ Οɼ܏Т? 16. Seorang anak berusia 5 tahun, memberitahu ibunya bahwa kakak laki-lakinya baru saja datang dari Amerika B / S ߭֞Т, ୉ࢇ Ѫ࠱߭ࡁ. 17. Seorang anak memberitahu neneknya bahwa kakak perempuannya baru saja pulang kerja. B / S ଟ֞Т, ϼΟɼ ए̖ ࠝݫТЬ 18. Seorang siswa memberitahu kepada salah satu gurunya bahwa kakak kelas pada masa SMA, sekarang sudah menjadi seorang dosen. B / S ۴ۢЧ, ࢿ ۴ؑЕ ˬܹݤ߾ࡁ 19. Seorang ibu rumah tangga baru saja selesai menyiapkan makan malam, dan memberitahu anak bungsungnya untuk mengajak ayahnya makan malam bersama. B / S ߩߞ, ߅؟ए ऑए ֟߭ଥԂ 20. Seorang guru yang baru bekerja 1 bulan menyuruh salah satu muridnya untuk memberitahu guru senior Lee agar datang rapat di lantai 2. B / S ଝۢ, ࢇ ۴ۢЧ چչ 2৓߾ ࠪ Mardhiyah, Syihabuddin, Kurniawan, & Samsudin, Pemerolehan Honorifik Bahasa Korea … Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. Lampiran 2. Persebaran Konteks Situasi yang terdapat dalam Soal Non-Tes Konteks Situasi Korea 1Seorang anak memberitahu neneknya bahwa kakak perempuannya baru saja pulang kerja. , ϼΟɼ . , ϼΟɼ . 2Seorang anak berusia 5 tahun, memberitahu ibunya bahwa kakak laki-lakinya baru saja datang dari Amerika. , . , . , . 3Seorang anak perempuan yang sudah bersuami, memberi kabar kepada ayahnya kalau suaminya baru saja berangkat kerja. , ࢿ ষ̒ବ߭ࡁ. , ΰ ɼ܈ࡁ. 4Seorang siswa memberitahu kepada salah satu gurunya bahwa kakak kelas pada masa SMA, sekarang sudah menjadi seorang dosen. , ࢿ , ࢿ , ࢿ Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 18, Nomor 2, Oktober 2018, pp. 174- 192 Copyright ©2018 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved. 5Ibu saya bertanya kepada adik saya yang masih berumur 5 tahun, bertanya mengenai suaminya yang sudah berangkat untuk kerja atau belum. , ɼ܏Т? , οࢂ ΟʇТ? 6Seorang ibu rumah tangga baru saja selesai menyiapkan makan malam, dan memberitahu anak bungsungnya untuk mengajak ayahnya makan malam bersama. , ߅؟ए . , ߅؟ए , ߅؟ए . 7Bibi saya baru saja menyuruh saya untuk memberitahu paman agar minum obat tepat waktu. ݤɾ ҖݤԂˈ ଥԂ ݤɾ ֟߭Ԃˈ ଥԂ 8Seorang guru yang baru bekerja 1 bulan menyuruh salah satu muridnya untuk memberitahu guru senior Lee agar datang rapat di lantai 2. , ࢇ 2৓߾ , ࢇ ۴ۢЧ 2ࠪ , ࢇ ۴ۢЧ 2ࠝएࡁPengecoh ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Eri KurniawanThis study examines the second language acquisition of the pragmatic particles téh and mahin L2 Sundanese by Indonesian native speakers. Two groups were compared i a native control group and ii an advanced group of Indonesian-speaking adult L2 learners of Sundanese. A pragmatic context-matching felicitousness judgment task wasemployed, following Rothman 2009. A descriptive analysis and a quantitative analysis of the results were conducted, which specifically compared the performance mean score of the L2 learners to that of the native control group. A t-test was used with the alpha setat for a 95% confidence level. Assuming the Interface Hypothesis Tsimpli&Sorace, 2006; Valenzuela, 2006; Sorace, 2007, inter alia, the study presents evidence contrary to the claim that properties mediated at the syntax-pragmatic interface are more difficult to acquire than purely syntactic properties. The advanced L2 learners of Sundanesedemonstrate the native-like L2 knowledge of téh and mah. Shafa ShafaThere are two types of language acquisition, Natural and formal. In natural type children usually got their second language through their interaction with their friends when they are playing. For adults, they got their second language through their interaction with their community. The community “force” them to learn or understand the laguage used by the most speaker at the place. So, the person can speak the language without learning from formal school. Indonesia formal type, a learner has to follow the lesson inside of classroom under guidance of teacher. It is not true the statemant said that formal type will have a better result Indonesia language learning. Behavioritic theory told us that language or second language can reach through practicing the language Indonesia speaking. Because of that, someone who wants to master a language has to receive stimulus and answer the stimulus given. But mentalistic theory told us that language is innate owned by human being as a gift inside of their mind. The theory tols us that language is not a habit. Because of that human doesn’t need learn their language. They will master language or second language through interacting with other people. There are 4 factors that influence the language acquisition. First is motivation from inside of the learner. Second is age of the learner. Third is taching and learning process and the last is first language which was masterd by the Mueller Nan JiangAn experiment investigated adult language learners' ability to develop fully integrated cognitive representations of a difficult second language L2 morphosyntactic feature the Korean honorific verbal affix usi. Native speaker NS and nonnative speaker NNS latencies during a word-by-word self-paced reading comprehension task were measured. Wilcoxon signed ranks tests indicated that NSs exhibited sensitivity to grammaticality within contexts in which the honorific verbal affix usi was present; they did not display such sensitivity in more ambiguous contexts in which the verbal honorific marking was absent. At the second and third positions following the critical point at which the grammaticality of the sentence was evident, NS reaction times for the ungrammatical conditions were significantly longer and the effect sizes were large, z = p < .001, r = z = p < .001, r = An item analysis yielded similar results. NNSs, on the other hand, did not demonstrate sensitivity to grammaticality at any of the word positions in participant or item analyses. The experiment suggests that even advanced learners who clearly demonstrate explicit knowledge of the Korean affix usi lack integrated morphosyntactic paper aims to distinguish between the syntax-semantics and the syntax-discourse interface in terms of the different phenomena relevant to each and the nature of the developmental patterns they display. Furthermore, the distinction between the two interfaces is based on the assumption that the syntax-discourse interface is a 'higher' level of language use, integrating properties of language and pragmatic processing, whereas syntax-semantics involve formal properties of the language system alone. The above differences are further used to evaluate L2 performance in the relevant interface phenomena. It is argued that problems in syntax-discourse phenomena in the production data of 'advanced' Russian learners of Greek are due to L1-L2 interference at this 'higher' level of language use. Syntax-semantics phenomena, on the other hand, are predicted to cause fewer problems at advanced stages of L2 development in the same group of learners. 1. Interface issues in L2 acquisitionGeoffrey LeechThis book presents a general account of politeness, championing the thesis that politeness is communicative altruism. It gives an account of a wide range of politeness phenomena in English, illustrated by hundreds of examples of actual language use taken from authentic British and American sources. Leech takes a pragmatic approach based on his earlier work on politeness, going back to his well-known book Principles of Pragmatics 1983, but also taking on board more recent approaches. The 1983 book introduced the now widely accepted distinction between pragmalinguistic and sociopragmatic aspects of politeness, seeing politeness both from a linguistic angle, and from a social angle. This book gives more attention to the recently-neglected pragmalinguistic side, and, drawing on the work of Grice, Searle, and the Neo-Griceans, rejects the prevalent view that, since politeness is indefinitely variable according to context, it is impossible to apply the terms polite or impolite to linguistic phenomena. The book provides a broad survey of politeness in present-day English, covering all major speech acts that are either positively or negatively associated with politeness, such as requests, apologies, compliments, offers, agreement, and disagreement. There are also chapters dealing with impoliteness and the related phenomena of irony mock politeness and banter mock impoliteness. Supplementary chapters deal with research methods, and the learning of English as a second language. A final chapter looks back over a thousand years on the history of politeness in the English LardiereThis article reviews recent SLA studies which have methodologically assumed a direct relation between the acquisition of inflectional morphology and the development of functional phrase structure in the syntax. Results from naturalistic production data collected over eight years apart are reported, establishing the fossilization’ of English L2 tense morphology for an adult native Chinese speaker at a consistently very low rate of suppliance approximately 34% in obligatory contexts. Nevertheless, in addition to robust evidence for CP in the grammar, the data also show perfect distribution of pronominal case 100% in all contexts, suggesting the presence of a TP bearing a fully specified [± finite] feature. Viewed in light of the steady state in other words, where grammatical development has ended up’, these results indicate that the courses of syntactic and morphological development are independent and that the mapping between them is much less direct than previously supposed. I conclude that it is this mapping itself, in the morphology or PF component, which may be imperfectly acquired, and from which a lack of functional categories or extended phrase structure development may not be inferred.